CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

21 March 2009

Pemekaran Kabupaten Bekasi; antara peluang dan tantangan

Oleh : Nurul 'Atiq Tahuddin

Ketidakadilan dan ketidakmerataan hasil pembangunan adalah faktor dominan yang memicu dorongan pemekaran daerah (baik provinsi maupun kota/kabupaten) di Indonesia yang marak pasca reformasi 1997/1998. Pemekaran adalah suatu hal yang wajar dan tidak bisa dihindari ketika distribusi kesejahteraan hanya berkutat di pusat-pusat kekuasaan. Kebutuhan akan sebuah sistem yang otonom serta mampu mengakomodir kepentingan ekonomi, politik dan budaya di ranah lokal masing-masing kian terasa.
Wacana pemekaran kabupaten Bekasi terus berkembang seiring dengan dinamika pembangunan kewilayahan yang bergerak semakin cepat, pertumbuhan kawasan industri di selatan dan timur Bekasi merupakan salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat yang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Hanya sayangnya efek positif pembangunan belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat Bekasi khususnya daerah bagian utara, yang selama ini dapat dikatakan hanya mendapat pencemaran limbah pabrik melalui sungai, besar kemungkinan mengandung bahan berbahaya yang berakibat buruk bagi sanitasi lingkungan dan berdampak pada menurunnya kondisi kesehatan masyarakat. Buruknya sistem irigasi hampir saja menenggelamkan sebagian besar daerah di Bekasi bagian utara (Pebayuran, Sukatani, Cabangbungin, Tarumajaya, Tambelang, Sukawangi, Muaragembong, Tambun Utara dan Babelan) ketika curah hujan meningkat, seperti pada Februari 2007 yang lalu.


Kebijakan pembangunan pemerintah yang akan menjadikan daerah Bekasi bagian utara sebagai pusat pertumbuhan baru dan pembangunan jalan tol lingkar luar yang menghubungkan Tanjungpriouk-Cikarang, merupakan sebuah ancaman serius bagi nasib warga pribumi, mengingat sampai hari ini belum ada langkah konkret pemerintah daerah kabupaten Bekasi dalam upaya penyiapan sumber daya manusia yang siap menyongsong industrialisasi, peningkatan sarana pendidikan serta perbaikan infrastruktur.
Kondisi diatas menuntut pemerintah daerah dan segenap elemen masyarakat harus bergerak lebih cepat untuk dapat menyesuaikan diri. Kabupaten Bekasi harus lincah berakrobat mencari terobosan-terobosan baru dan merumuskan strategi yang komprehensif. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan dengan kondisi geografis dan wilayah kabupaten Bekasi yang sangat luas (1.273.88 km2), jumlah penduduk yang terus melangit (2.027.092 jiwa) serta tingkat kepadatan penduduk yang tinggi (1.465 jiwa/km2). Dalam persepektif politik, bahwa semakin luas suatu daerah maka semakin lambat daerah tersebut mengejar ketertinggalannya. Struktur birokrasi yang gemuk, mengakibatkan pelayanan publik menjadi lambat dan berbelit-belit, ketidakmerataan pembangunan, besarnya jurang kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat, minimnya sarana pendidikan, lemahnya fungsi kontrol dan pemborosan APBD. Artinya, jika Bekasi hendak bergerak lebih cepat maka pemekeran adalah sebuah keniscayaan, sebuah jawaban dan pilihan yang akurat, sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Pemekaran daerah merupakan konsekuensi logis dari diterapkannya desentralisasi (otonomi daerah) seperti diamanatkan dalam PP No. 129 Tahun 2000 dan UU No. 32 Tahun 2004, sesuai dengan definisi, pemekaran daerah dapat berupa (1) penggabungan beberapa daerah atau (2) bagian daerah yang berdekatan atau (3) pemekaran dari satu daerah menjadi satu daerah atau lebih. Secara substnasi bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat akan menjadi lebih baik. Pemekaran daerah-pun dijadikan sebagai sarana pendidikan politik ditingkat lokal untuk membentuk infrastruktur politik yang sesuai denga potensi dan cita-cita daerah. Jika dilihat dari perspektif hukum dan perundangan maka pemekaran kabupaten Bekasi sudah memenuhi syarat dan sangat relevan serta signifikan dalam konteks; kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial politik, jumlah penduduk dan luas daerah.
Pemekaran daerah Bekasi bagian utara sejatinya adalah upaya untuk menyinergikan potensi ekonomi seluas-luasnya kedalam satu sistem ekonomi politik yang terpadu dan dinamis. Potensi SDA berupa minyak dan gas bumi (deposit 146 miliar barel) merupakan modal utama membangun kemandirian ekonomi Bekasi bagian utara. Dengan adanya pemekaran, maka daerah Bekasi bagian utara memiliki hak atas pengelolaan minyak dan gas bumi dan tentunya keuntungan yang didapatkan akan lebih besar dan bermanfaat untuk pembangunan masyarakat. Disamping itu modal lain yang dimiliki adalah lahan pertanian yang luas dan subur di lembah barat sungai Citarum dan Ciherang yang sangat potensial dikembangkan dalam konteks agrobisnis.
Keterpaduan pengelolaan potensi ekonomi menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia lokal dengan penyediaaan sarana dan prasarana pendidikan yang mumpuni. Sebab, pemekaran yang didalamnya termasuk rencana pembangunan zona kawasan industri terpadu seluas 500 Ha, tentunya akan sangat membutuhkan SDM yang siap pakai. Jika hal tersebut tidak disiapkan sedini mungkin, maka masyarakat Bekasi bagian utara dapat dipastikan hanya akan menjadi jongos dalam proses pembangunan dan industrialisasi.
Namun hal tersebut tidak akan dapat berjalan dengan baik ketika tidak ada landasan sosial budaya yang kokoh. Dalam ranah sosial budaya, pemekaran kabupaten Bekasi bagian utara adalah sebuah ikhtiar untuk merekonstruksi dan menemukenali kembali identitas budaya yang nyaris hilang. Situs Buni adalah sebuah saksi bisu sejarah bahwa pernah ada sebuah peradaban yang sudah sangat mapan dan gemilang di era kerajaan Tarumanegara yang merupakan peradaban tertua di nusantara (abad ke 4-7 M), jauh sebelum kerajaan Majapahit, Pajajaran dan kerajaan-kerajaan lainnya. Seiring perjalanan waktu, masa keemasan kerajaan Tarumanegara memudar, jejak sejarahnyapun nyaris tertimbun berabad-abad, terlebih pada masa ketika kerajaan Mataram menyerbu Batavia dengan menjadikan Bekasi bagian utara sebagai daerah transit dan konsentrasi pertahanan yang berlanjut sampai masa pergolakan revolusi fisik era 1930-1950, dimana pasukan Hizbullah-Sabilillah menjadikannya markas perjuangan dibawah komando K.H. Noer Alie.
Salah satu serpihan budaya yang tersisa adalah karakteristik masyarakat asli Bekasi yang mayoritas agamis, egaliter, dimanis dan terbuka yang merupakan hasil interaksi sosial yang panjang, afiliasi beragama tata nilai. Dengan adanya pemekaran daerah Bekasi bagian utara dapat dipastikan akan berkontribusi sangat besar bagi upaya membangun suatu sinergi kebudayaan yang kokoh dan merekatkan seluruh gerak kehidupan masyarakat. Kekuatan budaya dengan sendirinya akan mampu meminimalisir perpecahan dan potensi konflik soaial. Semangat kesatuan budaya harus terus dijaga dengan menghidupkan spirit dan mengenali akar kearifan lokal melalui seni sebagai media aktualisasi dan pengenalan jati diri.
Dari hal yang diuraikan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, pemekaran kabupaten Bekasi adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak, sebuah kebutuhan untuk dapat menampung aspirasi masyarakat Bekasi bagian utara yang tereus berkembang seiring dengan meningkatnya tingkat kesadaran ekonomi, politik dan budaya untuk bangkit melawan etos ketertindasan. Kedua, sebagai ikhtiar membangun sinergitas dan memaksimalkan potensi ekonomi, politik, sosial budaya yang dinamis serta penyiapan sumberdaya manusia secara terprogram dan sistematis. Ketiga, merajut kembali serpihan budaya yang terserak untuk mempertegas identitas masyarakat Bekasi bagian utara, agar dapat merebut kembali kegemilangan masa kerajaan Tarumanegara sebagai peradaban tertua di nusantara.

0 comments:

Post a Comment