CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

30 March 2009

Pikiran Rakyat
Senin,30 MAret 2009

Prof. Sadu, "Kab. Bekasi Layak Dimekarkan"
Pemekaran Jadi Tema Kampanye

PEMEKARAN daerah Kabupaten Bekasi menjadi isu unggulan yang diusung oleh para calon anggota legislatif, terutama mereka yang berasal atau berada di daerah pemilihan Bekasi bagian utara. Pemekaran daerah, dianggap satu kebutuhan sehingga sangat diminati oleh sebagian besar masyarakat.

Terkait dengan aspirasi sebagian masyarakat Kab. Bekasi bagian utara yang ingin berpisah dengan induknya, satu kajian telah dilakukan tim di bawah pimpinan Prof. Dr. Sadu Wasistiono. Setelah mengkaji kurang lebih satu tahun, disimpulkan bahwa Kabupaten Bekasi sudah layak untuk dimekarkan.

Menurut Prof. Sadu, dari survei terhadap aspirasi masyarakat yang diwakili oleh Badan Perwakilan Desa (BPD), 80 % menyatakan setuju dengan pemekaran, enam belas persen menyatakan tidak setuju dan empat persen tidak memberikan komentar. Kemudian, dari sisi akademis, sesuai dengan PP 78 tahun 2007, 11 faktor dan 38 indikator yang harus dipenuhi, Kabupaten Bekasi pun sudah sangat layak untuk dimekarkan menjadi dua wilayah. "Kabupaten Bekasi dari sisi aspirasi masyarakat dan akademis sudah layak untuk dimekarkan," kata Prof. Sadu, Sabtu, (28/03).

Meski demikian, tidak berarti proses pemekaran menjadi cepat terlaksana. Menurut pakar ilmu pemerintahan itu, setidaknya ada enam belas tahap yang harus dipenuhi dalam proses pemekaran daerah. Saat ini Kabupaten Bekasi baru memenuhi dua tahap. Tahap berikutnya adalah persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi, persetujuan Bupati, DPRD Provinsi, Gubernur, Mendagri, DPR-RI hingga terakhir ada di tangan presiden.

Kemauan elite politik, kata Prof.. Sado, menjadi kunci untuk mempermudah persetujuan pemekaran daerah. Jika semua tahapan lancar, waktu yang dibutuhkan paling lama dua tahun. "Namun ada juga yang sampai lima tahun. Semuanya tergantung kemauan elite politiknya," ujar Prof. Sadu.

Dari kajian tim Prof. Sadu, direkomendasikan pula lima alternatif untuk komposisi pembagian daerah berdasarkan kecamatan untuk induk dan daerah pemekaran baru. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesenjangan antara daerah baru yang dimekarkan dan daerah induk. Sebab berdasarkan banyak kasus menunjukkan bahwa daerah baru ternyata mengalami kendala dalam melakukan percepatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

"Yang pasti secara sumber daya alam, Kabupaten Bekasi bagian utara sangat kaya untuk bisa menopang pembangunan daerah baru nantinya. Belum lagi jika jalan tol lingkar luar sudah selesai dibangun," ujar Prof. Sadu.

Sementara itu, Komarudin Ibnu Mikam, dari Aliansi Utara (ALU) mengatakan, komposisi daerah pemekaran tidaklah terlalu menjadi masalah, sebab yang terpenting adalah proses pemerataan pembangunan bisa segera dilakukan. Kabupaten Bekasi, katanya, merupakan salah satu penyumbang besar PPh dan PPn sampai Rp 36 triliun, dan yang kembali ke Kabupaten Bekasi melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) hanya berkisar Rp 600 miliar. Artinya, kata Komar, jika dimekarkan menjadi dua wilayah, semakin banyak DAU dan DAK bisa dinikmati oleh masyarakat Kabupaten Bekasi.

"Kita mendorong bupati untuk meneruskan proses pemekaran, dan mengimbau kepada masyarakat agar bersiap diri menyongsong perubahan," kata aktivis yang akrab dengan panggilan Komar itu.


Komoditas politik

Isu pemekaran daerah disambut dan diolah oleh para caleg menjadi amunisi dalam kemasan kampanye mereka. Di berbagai arena kampanye, komoditas politik itu mereka tebarkan. Syamsul Falah, salah seorang caleg DPRD Kabupaten Bekasi, mengatakan, pemekaran adalah satu kebutuhan masyarakat Kabupaten Bekasi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Syamsul yang kini masih menjabat Ketua DPRD Kab. Bekasi itu menegaskan, visi pemekaran yang diusungnya merupakan visi pribadinya sebagai seorang caleg dan sebagai putra daerah Bekasi bagian utara, bukan visi partai. Namun, dirinya berjanji jika nanti terpilih akan memperjuangkan pemekaran daerah kabupaten Bekasi bisa terwujud setidaknya pada periode 2009-2014. "Kita akan kawal terus, tapi semuanya harus berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujarnya.

Sambil menunggu proses pemekaran berjalan, kata Syamsul, hal yang perlu dipesiapkan adalah percepatan pembangunan infrastruktur. Syamsul menampik mentah-mentah, anggapan bahwa masyarakat Kabupaten Bekasi bagian utara tertinggal dari aspek kualitas sumber daya manusia sehingga selalu dijadikan alasan untuk mementahkan agenda pemekaran. Jika dilihat secara objektif, masyarakat yang berasal dari Bekasi bagian utara justru selama ini mendominasi ranah kehidupan sosial politik.

"Lihat saja, Bupati, Wakil Bupati, pejabat birokrasi kebanyakan berasal dari Bekasi bagian utara. Secara SDM kita sudah sangat siap," kata Syamsul.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Mahbubi Zahroin, caleg DPRD Kabupaten Bekasi dari partai yang berbeda. Ia memainkan isu pemekaran daerah agar pembangunan di Kabupaten Bekasi lebih terkonsentrasi lagi. Teorinya, kata Mahbubi, semakin kecil daerah maka akan semakin cepat pembangunan bisa dilakukan.

Ia menjelaskan, masyarakat sangat antusias dengan program pemekaran yang ia tawarkan. "Saya tidak memiliki banyak modal, tapi alhamdulillah, dengan visi pemekaran yang saya usung banyak dukungan yang datang dari masyarakat," ujarnya. (JU-16)***

Read More......

21 March 2009

Bekasi dalam lintasan sejarah

Oleh : Nurul 'Atiq Tajuddin

Studi sejarah bisa didekati dalam tiga cara: kronologis, interpretatif, dan falsafah sejarah. Pendekatan pertama banyak memberikan apresiasi pada adegan demi adegan kejadian sejarah. Runtutan peristiwa menjadi titik tekannya. Pendekatan kedua lebih banyak menyimpulkan pemenang sebagai pemilik sejarah. Pemenang adalah benar dan yang kalah adalah salah. Sedangkan pendekatan falsafah sejarah lebih suka menyibukkan diri pada mencari elan vital atau ruh penggerak dari peristiwa yang menyejarah. Motifnya cukup clear, yaitu dengan mampu menangkap ruh sejarah diharapakan dapat menginspirasi masyarakat untuk melaksanakan mimpi kemanusiaan pada sejarahnya sendiri.

Penemuan situs Buni setidaknya mengisahkan kepada kita tentang adanya sebuah peradaban besar yang pernah tumbuh dan berkembang di bumi Bekasi, kerajaan Tarumanegara yang dipimpin oleh Mulawarman sebagai raja pertama kerajaan Tarumanegara dan Purnawarman sebagi raja yang membawa Tarumanegara menuju puncak kejayaannya, yang bisa disebut sebagai pemimpin awal orang Bekasi, abad ke 5 Masehi. Karyanya yang monumental bagi rakyat Bekasi masih dapat kita lihat. Sebagai pemimpin, raja Purnawarman berkhidmat kepada rakyatnya dengan mempersembahkan sungai multifungsi yang langsung bermuara ke laut. Sungai sepanjang kurang lebih 10 km tersebut, beliau selesaikan dalam waktu 21 hari sebagai sarana pengairan pertanian dan penanggulangan banjir, yang peresmiannya menyembelih 1000 ekor lembu.
Selain kemakmuran yang beliau persembahkan kepada rakyatnya, manfaat lain dari sungai besar itu adalah semakin terbukanya kepribadian rakyat Bekasi sebagai akaibat intensitas persentuhannya dengan dunia luar. Serta merta orang Bekasi memiliki ciri umum masyarakat pantai utara yang terbuka, egaliter, mudah menerima perubahan dan sukses berasimilasi dengan kaum pendatang; termasuk proses pemelukan Islam oleh kakek buyut kita. Proses tersebut membentuk masyarakat Bekasi menjadi sangat agamis, selalu dinamis dan metropolis.
Riwayat Bekasi pasca berdirinya republik adalah sejarah peminggiran. Sebuah proses panjang yang mengakibatkan hati dan batin warga serta pembangunan fisik kabupaten Bekasi sebagai “yang terpinggirlan”. Kondisi yang kita alami ini rasanya tidak sebanding dengan jasa dan cucuran keringat masyarakat Bekasi yang begitu gagah berani dan gigih dalam menopang perjuangan melawan rongrongan penjajah nusantara.
Dipenghujung pendudukan Belanda tercatat tidak kurang dari 23 pertempuran berdarah dilakukan warga Bekasi melawan tentara Belanda. Pada situasi genting menjelang 17 Agustus 1945, beberapa pemuda menyelamatkan Bung karno dan Bung Hatta dengan bersembunyi di wilayah Bekasi yang pada saat itu sepenuhnya berada dalam penguasaan pasukan Hizbullah-Sabililllah pimpinan Kiyai Noer Alie. Bukan hanya itu, pada akhir 1948, Bekasi tetap memainkan peran strategisnya sebagai pusat dan wilayah pertempuran dan pertahanan terakhir terhadap laju agresi sekutu yang mencoba mamasuki ibukota dari sebelah timur. Patriotisme luar biasa rakyat Bekasi itulah yang mengilhami Chairil anwar untuk mengabadikannya dalam puisi “Antara Karawang-Bekasi”.
Dalam catatan sejarah, ternyata patriotisme orang Bekasi telah berurat akar pada abad-abad sebelumnya. Orang Bekasi terlibat dua kali dalam pertempuran penting Sultan Agung menyerang VOC di Sunda Kelapa bekerjasama dengan Pangeran Jayakarta dan Tubagus Angke. Sekalipun hasilnya tidak berpihak kepada pasukan Sultan Agung, namun fakta tersebut sudah cukup untuk menegakkan kapala kita sebagai anakan turun dari para pejuang anti kolonial.
Dari kilasan sejarah di atas, setidaknya melecut diri kita semua untuk dapat merengkuh dan menginternalisasi berbagai kearifan lokal di atas untuk menjadi etos kebangkitan sejarah Bekasi. Fakta bahwa secara bertahun-tahun Bekasi hanya menjadi penopang dan pelengkap bagi eksistensi ibukota negara, haruslah dapat kita optimalkan kemanfaatannya. Namun begitu, dengan tetap memperhitungkan interkoneksi dan keberlanjutan pembangunan dengan ibukota negara dan kota-kota tetangga lainnya, kita harus dapat menemukan arah besar pembangunan Bekasi secara mandiri.


Read More......

Pemekaran Kabupaten Bekasi; antara peluang dan tantangan

Oleh : Nurul 'Atiq Tahuddin

Ketidakadilan dan ketidakmerataan hasil pembangunan adalah faktor dominan yang memicu dorongan pemekaran daerah (baik provinsi maupun kota/kabupaten) di Indonesia yang marak pasca reformasi 1997/1998. Pemekaran adalah suatu hal yang wajar dan tidak bisa dihindari ketika distribusi kesejahteraan hanya berkutat di pusat-pusat kekuasaan. Kebutuhan akan sebuah sistem yang otonom serta mampu mengakomodir kepentingan ekonomi, politik dan budaya di ranah lokal masing-masing kian terasa.
Wacana pemekaran kabupaten Bekasi terus berkembang seiring dengan dinamika pembangunan kewilayahan yang bergerak semakin cepat, pertumbuhan kawasan industri di selatan dan timur Bekasi merupakan salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat yang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Hanya sayangnya efek positif pembangunan belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat Bekasi khususnya daerah bagian utara, yang selama ini dapat dikatakan hanya mendapat pencemaran limbah pabrik melalui sungai, besar kemungkinan mengandung bahan berbahaya yang berakibat buruk bagi sanitasi lingkungan dan berdampak pada menurunnya kondisi kesehatan masyarakat. Buruknya sistem irigasi hampir saja menenggelamkan sebagian besar daerah di Bekasi bagian utara (Pebayuran, Sukatani, Cabangbungin, Tarumajaya, Tambelang, Sukawangi, Muaragembong, Tambun Utara dan Babelan) ketika curah hujan meningkat, seperti pada Februari 2007 yang lalu.


Kebijakan pembangunan pemerintah yang akan menjadikan daerah Bekasi bagian utara sebagai pusat pertumbuhan baru dan pembangunan jalan tol lingkar luar yang menghubungkan Tanjungpriouk-Cikarang, merupakan sebuah ancaman serius bagi nasib warga pribumi, mengingat sampai hari ini belum ada langkah konkret pemerintah daerah kabupaten Bekasi dalam upaya penyiapan sumber daya manusia yang siap menyongsong industrialisasi, peningkatan sarana pendidikan serta perbaikan infrastruktur.
Kondisi diatas menuntut pemerintah daerah dan segenap elemen masyarakat harus bergerak lebih cepat untuk dapat menyesuaikan diri. Kabupaten Bekasi harus lincah berakrobat mencari terobosan-terobosan baru dan merumuskan strategi yang komprehensif. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan dengan kondisi geografis dan wilayah kabupaten Bekasi yang sangat luas (1.273.88 km2), jumlah penduduk yang terus melangit (2.027.092 jiwa) serta tingkat kepadatan penduduk yang tinggi (1.465 jiwa/km2). Dalam persepektif politik, bahwa semakin luas suatu daerah maka semakin lambat daerah tersebut mengejar ketertinggalannya. Struktur birokrasi yang gemuk, mengakibatkan pelayanan publik menjadi lambat dan berbelit-belit, ketidakmerataan pembangunan, besarnya jurang kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat, minimnya sarana pendidikan, lemahnya fungsi kontrol dan pemborosan APBD. Artinya, jika Bekasi hendak bergerak lebih cepat maka pemekeran adalah sebuah keniscayaan, sebuah jawaban dan pilihan yang akurat, sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Pemekaran daerah merupakan konsekuensi logis dari diterapkannya desentralisasi (otonomi daerah) seperti diamanatkan dalam PP No. 129 Tahun 2000 dan UU No. 32 Tahun 2004, sesuai dengan definisi, pemekaran daerah dapat berupa (1) penggabungan beberapa daerah atau (2) bagian daerah yang berdekatan atau (3) pemekaran dari satu daerah menjadi satu daerah atau lebih. Secara substnasi bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat akan menjadi lebih baik. Pemekaran daerah-pun dijadikan sebagai sarana pendidikan politik ditingkat lokal untuk membentuk infrastruktur politik yang sesuai denga potensi dan cita-cita daerah. Jika dilihat dari perspektif hukum dan perundangan maka pemekaran kabupaten Bekasi sudah memenuhi syarat dan sangat relevan serta signifikan dalam konteks; kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial politik, jumlah penduduk dan luas daerah.
Pemekaran daerah Bekasi bagian utara sejatinya adalah upaya untuk menyinergikan potensi ekonomi seluas-luasnya kedalam satu sistem ekonomi politik yang terpadu dan dinamis. Potensi SDA berupa minyak dan gas bumi (deposit 146 miliar barel) merupakan modal utama membangun kemandirian ekonomi Bekasi bagian utara. Dengan adanya pemekaran, maka daerah Bekasi bagian utara memiliki hak atas pengelolaan minyak dan gas bumi dan tentunya keuntungan yang didapatkan akan lebih besar dan bermanfaat untuk pembangunan masyarakat. Disamping itu modal lain yang dimiliki adalah lahan pertanian yang luas dan subur di lembah barat sungai Citarum dan Ciherang yang sangat potensial dikembangkan dalam konteks agrobisnis.
Keterpaduan pengelolaan potensi ekonomi menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia lokal dengan penyediaaan sarana dan prasarana pendidikan yang mumpuni. Sebab, pemekaran yang didalamnya termasuk rencana pembangunan zona kawasan industri terpadu seluas 500 Ha, tentunya akan sangat membutuhkan SDM yang siap pakai. Jika hal tersebut tidak disiapkan sedini mungkin, maka masyarakat Bekasi bagian utara dapat dipastikan hanya akan menjadi jongos dalam proses pembangunan dan industrialisasi.
Namun hal tersebut tidak akan dapat berjalan dengan baik ketika tidak ada landasan sosial budaya yang kokoh. Dalam ranah sosial budaya, pemekaran kabupaten Bekasi bagian utara adalah sebuah ikhtiar untuk merekonstruksi dan menemukenali kembali identitas budaya yang nyaris hilang. Situs Buni adalah sebuah saksi bisu sejarah bahwa pernah ada sebuah peradaban yang sudah sangat mapan dan gemilang di era kerajaan Tarumanegara yang merupakan peradaban tertua di nusantara (abad ke 4-7 M), jauh sebelum kerajaan Majapahit, Pajajaran dan kerajaan-kerajaan lainnya. Seiring perjalanan waktu, masa keemasan kerajaan Tarumanegara memudar, jejak sejarahnyapun nyaris tertimbun berabad-abad, terlebih pada masa ketika kerajaan Mataram menyerbu Batavia dengan menjadikan Bekasi bagian utara sebagai daerah transit dan konsentrasi pertahanan yang berlanjut sampai masa pergolakan revolusi fisik era 1930-1950, dimana pasukan Hizbullah-Sabilillah menjadikannya markas perjuangan dibawah komando K.H. Noer Alie.
Salah satu serpihan budaya yang tersisa adalah karakteristik masyarakat asli Bekasi yang mayoritas agamis, egaliter, dimanis dan terbuka yang merupakan hasil interaksi sosial yang panjang, afiliasi beragama tata nilai. Dengan adanya pemekaran daerah Bekasi bagian utara dapat dipastikan akan berkontribusi sangat besar bagi upaya membangun suatu sinergi kebudayaan yang kokoh dan merekatkan seluruh gerak kehidupan masyarakat. Kekuatan budaya dengan sendirinya akan mampu meminimalisir perpecahan dan potensi konflik soaial. Semangat kesatuan budaya harus terus dijaga dengan menghidupkan spirit dan mengenali akar kearifan lokal melalui seni sebagai media aktualisasi dan pengenalan jati diri.
Dari hal yang diuraikan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, pemekaran kabupaten Bekasi adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak, sebuah kebutuhan untuk dapat menampung aspirasi masyarakat Bekasi bagian utara yang tereus berkembang seiring dengan meningkatnya tingkat kesadaran ekonomi, politik dan budaya untuk bangkit melawan etos ketertindasan. Kedua, sebagai ikhtiar membangun sinergitas dan memaksimalkan potensi ekonomi, politik, sosial budaya yang dinamis serta penyiapan sumberdaya manusia secara terprogram dan sistematis. Ketiga, merajut kembali serpihan budaya yang terserak untuk mempertegas identitas masyarakat Bekasi bagian utara, agar dapat merebut kembali kegemilangan masa kerajaan Tarumanegara sebagai peradaban tertua di nusantara.

Read More......

Mengapa harus PEMEKARAN?

Apakah pemekaran daerah merupakan sebuah solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah atau justru menimbulan beragam persoalan baru, dimana kepentingan politik dan kekuasaan mendapat porsi lebih besar dari kepentingan rakyat?
Pertanyaan semacam itu selalu mengemuka dan menjadi bahan perdebatan yang panjang disetiap agenda pemekaran daerah. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat pemekaran daerah merupakan semacam tarik-menarik berbagai kepentingan yang melingkupi aspek; politik, ekonomi, sosial, bukan hanya di tingkat lokal namun juga nasional. Ada yang menolak pemekaran dikarenakan ingin melanggengkan status quo dan ada yang mengambil kesempatan dari guliran isu pemekaran tanpa sungguh-sunguh memperjuangkan pemekaran, namun hampir dipastikan banyak yang mendukung dan memperjuangkan pemekaran dilandasi keikhlasan dan ketulusan yang menjadikan kepentingan dan peningkatan kesejahteraan rakyat diatas segalanya.

Wacana pemekaran kabupaten Bekasi sudah lama bergulir, bagai bola salju yang semakin lama semakin membesar. Dimana kedewasaan dan kesadaran rakyat akan arti pentingnya kemandirian politik ekonomi daerahnya semakin meningkat dan dibutuhkan. Kita selayaknya harus mendukung agenda pemekaran daerah kabupaten Bekasi secara objektif, dengan mempertimbangkan prasyarat kelayakan suatu pemekaran daerah dan semangat kebersamaan dan kesejahteraan yang berkeadilan bagi semua, sesuai dengan PP 129 Tahun 2000 dan UU No. 32 Tahun 2004, beserta perangkat perundangan pendukung lainnya yang menjadi acuan pemekaran daerah. Agar nantinya, pemekaran menjadi lebih berarti bagi rakyat kabupaten Bekasi dan menguntungkan semua pihak.
Pemekaran daerah dapat berupa penggabungan daerah atau beberapa daerah yang berdekatan, bisa juga dari satu daerah menjadi satu daerah atau lebih, tergantung pada aspek kebutuhan dan kelayakan yang dimiliki. Dan arti pemekaran daerah disini adalah pemekaran kabupaten Bekasi bagian utara yang meliputi antara lain; kecamatan Tarumajaya, Babelan, Sukawangi, Cabangbungin, Tambun Utara, Tambelang, Muaragembong dan Pebayuran.
Setidaknya ada lima prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam sebuah agenda pembentukan daerah baru yaitu; kemampuan ekonomi, pendapatan daerah, sosial polittik, jumlah penduduk, luas wilayah, pendidikan dan pengembangan infrastruktur.


Read More......